Tag

, , , , ,

JANGAN MENCURI, MENJIPLAK, MENG-COPY-PASTE ATAU MENGGANDAKAN FF INI TANPA SEIZIN AUTHOR!

JANGAN MENJADI PLAGIAT. HARGAI KARYA ORANG LAIN DAN BE CREATIVE!

 

The Silent Touch of Marriage – Part 4

Author: Chanchan a.k.a Chandra Shinoda (chandrashinoda)

Beta reader: Tulasi Krisna Maharani

Main Cast:

  • Kim Hyora (covered by Jessica (SNSD))
  • Kim Jonghyun
  • Kim Kibum (Key)
  • Kim Yong Sang

Support cast:

  • Other SHINee members
  • Kim Hyunri
  • Tuan Lee
  • Nyonya Lee

Length: Sequel

Genre: Family, friendship, romance, sad

Rating: PG-16

Disclaimer: I don’t own all SHINee members, they are Gods’s. They belong to themselves and SM Entertainment. I’m just the owner of the story.

***

Ikhlas, apa makna kata itu dalam pikiranmu?

Pernahkah kau merasakan ketakutan yang begitu besar?

Sampai-sampai ujung jari kakimu tak berani bergeser?

Atau pernahkah kau mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan yang mampu merubah cara pandangmu?

Aku pernah, dan hal itu membuatku bergidik ngeri

Takut akan bayang-bayang masa lalu, jalan di masa sekarang, dan cahaya di masa depan

Entah apa, semua terselubung misteri

Teka-teki yang harus kupecahkan dengan tanganku sendiri..

-Kim Hyora-

***

Hyora menutup pintu mobilnya dengan sempurna. Sesaat tangannya masih memegang gagang pintu, mencengkram benda itu kuat-kuat. Ada sebuah ketakutan di hatinya mengetahui kakinya kini telah berpijak pada rerumputan di pekarangan rumahnya. Dadanya terasa sesak, seolah paru-parunya tak mampu menyuplai oksigen dengan normal.

“Hyora-ya, akhirnya kau pulang juga.” suara lembut keibuan menyapanya. perlahan Hyora mengangkat kepalanya, menatap sosok yang beberapa bulan ini sempat hilang dari penglihatannya, sang ibu.

Ne, annyeong haseyo, Umma!” Hyora tersenyum. Kedua tangannya menyambut pelukan sang ibu hangat.

Jonghyun dan Yong Sang menyusul Hyora keluar dari mobil. Gerak-gerik keduanya hampir sama dengan yang ditunjukkan Hyora, agak canggung dan bingung menentukan sikap.

Yong Sang menarik nafas pelan. Ia masih belum bisa berpikir jernih, takut jika adu mulut antara ayah dan ibunya berlanjut.

Ya, kau sudah besar sekarang.” seseorang menyentuh pundak Yong Sang, membuat gadis kecil itu melirik ke pundak sebelah kanannya, tempat sang pemilik tangan menepuk bahunya.

Yong Sang mendongak perlahan. Senyumnya mengembang ketika tatapannya beradu dengan seorang pria berumur 20 tahun yang kerap menjadi penghiburnya. “Taemin Ahjussi!” ia menghambur ke pelukan Taemin, meremas kemeja namja itu erat-erat. Entah apa tujuan utamanya, yang pasti ia ingin melupakan sedikit beban pikirannya dan meminta kekuatan.

Ya, jangan panggil aku ahjussi. Umur kita kan hanya beda 15 tahun, jadi, kau harus panggil aku Oppa.” ucap Taemin sembari mencubit gemas hidung Yong Sang.

“Mana bisa begitu, kau kan namdongsaeng umma-ku?” Yong Sang berdalih. Ia meninju pundak Taemin, membuat namja itu berpura-pura kesakitan.

Terlepas dari Yong Sang dan Hyora yang telah berhasil menemukan peran mereka, Jonghyun masih berdiri di samping mobil. Pikirannya kacau, bahkan melangkahkan kakinya pun ia tak berani. Ia mungkin saja akan melakukan kesalahan, tapi setidaknya ia telah memutuskan bagaimana ia harus bertindak sekarang.

Appa, Umma, Taemin-ah, maaf menunggu lama. Ayo, masuk ke dalam!” Jonghyun mengeluarkan kunci rumah dari saku celananya. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Ia berusaha berjalan tegak menuju ke pintu rumah meski kedua kakinya masih terasa berat.

***

Umma bawakan kimchi[1] untuk kalian,” ucap Nyonya Lee sambil mengeluarkan beberapa kotak makanan. “Selain itu juga ada galbi[2], gamjatang[3], janchi guksu[4], ramyeon[5], ahh.., ada takoyaki[6] juga. Itu kesukaan Jonghyun, kan?”

Ne,” jawab Hyora pendek. Mendengar nama Jonghyun membuatnya menghentikan kegiatannya−membersihkan meja makan−sebentar. Benar, Jonghyun memang suka dengan Takoyaki sejak kecil. Katanya makanan khas jepang itu sangat empuk di lidah.

Ya, jangan senyum-senyum seperti itu.” Nyonya Lee membuyarkan lamunan Hyora. Ia meletakkan semangkuk besar ramyeon di tengah-tengah meja lalu memutar tubuhnya menghadap Hyora. “Ayo panggil yang lain, sudah hampir pukul 8, kita akan segera makan malam.”

Ne,” Hyora mengangguk lalu berlalu memanggil penghuni rumah lain.

Nyonya Lee memandang punggung putrinya yang berlalu meninggalkan dapur. Kedua alisnya mengernyit, tingkah Hyora yang menjadi lebih pendiam dan penurut terasa janggal. Ada apa dengannya? Apakah dia bermasalah lagi dengan Jonghyun?

Belum sempat Nyonya Lee meneruskan kegiatan menebaknya, sosok Yong Sang menyembul dari dari arah pintu. Kaus merah muda yang dikenakannya membuat gadis kecil itu nampak begitu ceria.

“Wahh, Halmeoni membawa banyak makanan?” kedua mata Yong Sang nampak berbinar. Ia segera duduk manis di depan panggangan galbi.

Kepolosan Yong Sang membuat Nyonya Lee tertawa kecil. “Itu agar kau cepat besar, Sayang!” paparnya sembari mengusap puncak kepala Yong Sang lembut.

Yang lain menyusul tak lama setelah kedatangan Yong Sang. Semuanya duduk dengan tertib di tempat duduk mereka masing-masing. Dipimpin Tuan Lee, acara makan malam dimulai. Suasana hening tercipta. Untuk beberapa saat terkesan semuanya hanya menerapkan tata karma tak boleh bicara ketika makan, namun kemudian Tuan Lee menangkap suatu keanehan pada tingkah 2 makhluk di sampingnya, Jonghyun dan Hyora. Hyora lebih banyak menyuap ramennya sambil menunduk, sementara Jonghyun lebih banyak memainkan saus takoyaki-nya. Hanya tiga butir yang masuk ke mulutnya sejak tadi. Apakah ada yang salah dengan rasa masakan itu atau ada masalah dengan perut Jonghyun?

“Jonghyun Hyung kenapa memainkan makananmu seperti itu, kau kenyang? Berikan saja padaku kalau begitu.” Taemin rupanya menyadari tingkah laku Jonghyun. Semua mata tertuju padanya tak terkecuali Hyora.

Ne?” Jonghyun terperanjat. Ia tak mendengar apa yang diucapkan Taemin barusan. Ia bahkan baru sadar kalau dirinya sedang diperhatikan. Aish, benar-benar sulit berpura-pura.

“Apa rasa Takoyaki-nya tidak enak?” tanya Nyonya Lee, kedua alis wanita itu mengernyit.

“Ahh.., Aniyo.., ini enak sekali, Umma.” Jonghyun buru-buru melahap sisatakoyaki di piring datarnya. Sesaat tatapannya beradu dengan Hyora. Dadanya kembali terasa panas. Emosinya belum terkontrol dengan sempurna. Ditambah lagi Hyora yang menghujaninya dengan tatapan bersalah membuatnya menjadi muak.

Tuan Lee semakin menaruh kecurigaan dengan kelakuan menantu dan putrinya. Satu lagi alasan yang membuatnya bertambah kuat, saat ia mengalihkan pandangannya pada Yong Sang, mimik gadis kecil itu telah berubah, tak lagi menunjukkan selera makan.

***

Taemin menghampiri Jonghyun di teras belakang rumah. Namja itu terlihat berantakan di matanya. Seperti pengangguran. Siapa pun tak akan percaya dia seorang dokter yang telah memiliki seorang putri.

“Ada masalah, Hyung?” Taemin menghenyakkan tubuhnya di samping Jonghyun, memutar sedikit kepalanya menatap namja itu.

Jonghyun melirik Taemin sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan. Ia tahu dirinya tak perlu menjawab pertanyaan Taemin. Ia yakin Taemin mengetahui jawabannya melebihi perkiraannya.

Taemin menghela nafas pelan. Ia menunduk sambil memainkan buku-buku jarinya. “Kau tahu, barusan Yong Sang bertanya padaku, apa itu syncope[7]? Darimana dia belajar istilah kesehatan seperti itu?”

Jonghyun tersenyum tipis. Yong Sang memang benar-benar calon penerusnya. “Dari siapa lagi dia mendengarnya kalau bukan dari Taeyeon? Kau tahu kan aku sering menitipkannya pada Taeyeon jika aku mengajaknya ke rumah sakit? Err, kau bilang apa padanya?”

“Pingsan, tapi hanya sebentar, setelah itu akan sadar kembali. Aku tidak mungkin memberikan penjelasan lain padanya.” ujar Taemin. Sebagai mahasiwa kedokteran semester 4, ia terlihat bangga bisa membagi ilmunya pada bocah yang baru berumur 5 tahun.

“Kau benar.” Jonghyun menyandarkan punggungnya pada tembok bercat putih di sebelah kanannya. Kepalanya mendongak ke atas, membiarkan angin malam menyusup di sela-sela lehernya. Dadanya masih terasa panas. Jika mengingat kejadian di depan perusahaan Kibum lagi, rasanya mau meledak.

“Ada masalah apa kali ini, Hyung? Dengan Hyora Noona, Kibum Hyung atau keduanya?”

Mollayo, kurasa keduanya.” kedua kelopak mata Jonghyun terpejam. Ia berusaha mendinginkan kepalanya dengan mencoba tak memikirkan apapun.

“Kalian memang lucu,” komentar Taemin jujur. Ia memang merasa geli dengan perkara cinta segitiga antara Jonghyun, Hyora, dan, Kibum yang telah berlangsung selama belasan tahun.

“Diamlah, komentarmu sama sekali tak membantu.” dengus Jonghyun. Perlahan pikirannya mulai jernih meski emosinya masih tersisa.

“Di sini kalian rupanya,” Tuan Lee ikut bergabung. Kedatangannya membuat Jonghyun segera membuka mata dan segera tersenyum simpul. “Taemin-ah,bisa kau tinggalkan kami sebentar? Ada hal yang ingin kubicarakan empat mata dengan Jonghyun.”

Ne, baiklah, Appa.” Taemin bangkit dari tempat duduknya. Ia segera meninggalkan kedua orang itu. Mungkin Appa-nya bisa memberikan saran atau sekedar nasehat untuk menenangkan pikiran Jonghyun.

Jonghyun kembali duduk dengan tegak. Tubuhnya sedikit menegang. Selain bersikap sopan di depan mertuanya, ia juga memiliki perkiraan bahwa Tuan Lee mengetahui sesuatu.

“Kau pasti tahu kedatanganku kemari, bukan?” tanya Tuan Lee sembari tersenyum kecil. Ia tahu Jonghyun memiliki kecerdasan yang tinggi, dalam membaca sikap orang pun tentunya ia memiliki kemampuan yang sama.

Ne, Appa,” Jonghyun mengangguk. Kesepuluh jarinya mulai saling bergesekan, bingung, ragu, dan gelisah.

“Kau ada masalah lagi dengan Hyora?”

“Ne,” jawab Jonghyun, hampir berbisik. Angin yang menerpa wajahnya membuat lidahnya kelu.

“Apa ini menyangkut Kibum juga?”

Ne,” sekali lagi ia mengangguk.

Tuan Lee tertawa kecil. Bukan meremehkan Jonghyun, hanya saja melihat laki-laki yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri itu tiba-tiba down seperti ini terlihat lucu. “Kenapa wajahmu seperti orang akan menyerah seperti itu?”

Ne?” Jonghyun menatap Tuan Lee bingung. Apakah wajahnya seburuk itu sekarang?

“Jangan katakan kau mulai putus asa memperjuangkan Hyora?” Tuan Lee menepuk pundak Jonghyun. Ia Menatap kedua bola mata Jonghyun lekat-lekat, membuat sebuah persepsi, apakah namja itu masih punya suatu keberanian atau malah gugur di sini?

Sebuah getaran menjalar masuk ke tubuh Jonghyun melalui sentuhan Tuan Lee. Apa ia baru saja ditantang? ‘Ya’ bukanlah jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Tuan Lee. Benar-benar tidak tepat. Jonghyun berani bertaruh bahwa dirinya belum menyerah. Sementara ‘tidak’ masih menjadi sebuah tanda tanya besar dalam pikirannya. Apakah dia bisa menjalani tantangan yang lebih berat sementara mengahadapi tantangan seperti ini saja sudah membuatnya sedemikian frustasi?

Tuan Lee menarik nafas panjang. Ia tak tahu bisa masuk sejauh mana. Urusan Jonghyun dan Hyora diluar tanggungjawabnya. Ia tak berhak lagi mencampuri urusan keturunannya yang sudah memiliki jalan hidupnya sendiri, namun di sisi lain ia tak mungkin membiarkan anak dan menantunya terjerumus ke dalam lubang yang tak memiliki dasar. Ia harus melakukan sesuatu.

“Kau tahu mengapa dulu aku memilihmu sebagai pasangan hidup Hyora?” tanya Tuan Lee, membuat kedua alis Jonghyun mengernyit.

“Karena kerja sama bisnis dengan Appa-ku? Atau karena agar perusahaan kita tak tersaingi oleh perusahaan Kibum?” selidik Jonghyun memastikan. Nada bicaranya datar, namun mengandung sebuah sindiran.

“Kedua jawabanmu benar.” aku Tuan Lee jujur. “Namun, ketahuilah, kau satu-satunya orang yang bisa kupercaya untuk menjaga Hyora. Kau memiliki suatu hal yang tak dimiliki Kibum. Seandainya Hyora memang belum bisa mencintaimu, kira-kira hal ajaib apa yang kau miliki sehingga dia betah tinggal bersamamu selama enam tahun ini?”

Hal ajaib? Jonghyun terdiam. Kedua matanya membulat. Ia hampir tak berpikir ke sana. Apakah Hyora terpaksa? Ia rasa tidak. “Hh…, mollayo, Appa.”

“Kau akan menemukan jawabannya nanti.” Tuan Lee tersenyum bijak. “Maafkan aku telah memberi izin bagi Hyora untuk bekerja di perusahaan Kibum. Dia yang seharusnya membantu Jinki diperusahaan malah aku kirim ke perusahaan pesaing. Dan alasannya semata-mata hanya membiarkan Hyora bekerja di tempat impiannya dan membiarkannya memiliki kesempatan untuk mengenang Kibum.”

Ne, aku tahu itu, Appa.” terkadang Jonghyun merasa itu bukanlah alasan yang tepat. Bukankah membiarkan Hyora bekerja di perusahaan Kibum sama saja dengan mengirimkan mata-mata? Atau, bukankah mempekerjakan Hyora di sana akan membuat perasaannya makin runyam dengan Kibum? Bukan, itu sama sekali bukan sebuah keputusan yang masuk akal. 

“Sudah malam, ayo masuk. Besok kau bekerja, bukan?” Tuan Lee menepuk pundak Jonghyun lagi, tak mau membiarkan namja itu bergelut dengan pikirannya lama-lama. “Oh ya, untuk menemukan jawaban pertanyaanku tadi, berhubunganlah dengan Hyora malam ini, barangkali kau akan tahu.”

Ne?”

***

Taemin mengusap puncak kepala Yong Sang lembut. Gadis kecil itu telah berpetualang dalam fantasi mimpinya. Wajahnya terlihat damai. Malang, anak itu tumbuh dengan cinta ayah dan ibu yang masih egois dengan perasaanya sendiri.

Taemin memutar bola matanya ke sudut tempat tidur, tempat di mana Hyora berkutat menyisir rambutnya. “Noona, boleh kita bicara sebentar?”

Hyora memutar tubuhnya. “Ada apa? katakan saja,”

Taemin bangkit, ia mengambil posisi duduk di samping Hyora. “Ada masalah cinta segitiga lagi antara kau, Jonghyun Hyung, dan Kibum Hyung?”

Hyora terdiam. Ia menghela nafas panjang. Rasanya terlalu berat untuk menjawab. Ia bahkan tak punya keberanian untuk sekedar menatap Taemin. “Kenapa kau tanyakan itu?”

“Barusan aku menemui Jonghyun Hyung. Dia terlihat kacau. Separah itukah pertengkaran kalian?” tanya Taemin, terdengar prihatin.

“Itu salahku,” bisik Hyora. Ia mulai menggesekkan ujung telunjuk tangan kanannya paja gigi sisir merah jambu yang dipegangnya. “Entah yang keberapa kalinya ia marah karena hal yang sama. Namun, baru kali ia meluapkan emosinya dalam bentuk tindakan.”

“Apa yang kau rasakan setelah melihatnya marah seperti itu?” Taemin membuat sebuah pancingan. Ia rasa dirinya bisa sedikit membantu dalam meluruskan persoalan ini.

“Aku takut!” Hyora mencengkram sisir merah jambu di tangannya kuat-kuat. Buku-buku jarinya mulai memutih sementara tubuhnya bergetar perlahan. “Rasanya ingin menangis. Aku benar-benar merasa bersalah, Taemin-ah.”

“Apa kau sudah memiliki perasaan padanya?” pancingan Taemin berhasil menggaet umpannya. Hyora menatapnya dengan kedua mata membulat.

“Err.., a. aku..,” apa jawaban yang harus ia berikan? Ia benar-benar tak tahu.

Taemin mendesah, ia menghembuskan nafas panjang. “Kalau begitu kuberi pertanyaan yang lebih mudah, mengapa kau bisa betah tinggal selama 6 tahun bersama Jonghyun Hyung?”

Benar, apa yang membuatnya bertahan selama 6 tahun ini? Oh, itu pertanyaan yang lebih sulit dari pertanyaan pertama barusan. Jika dipertanyaan pertama ia hanya perlu menjawab ya dan tidak, lalu dipertanyaan ini, apa alasan yang bisa dia berikan?

Hyora menggeleng. Ia tak berani memberikan jawaban, benar-benar tak berani.

***

Hyora membuka pintu kamar perlahan. Kedatangannya disambut tatap dingin Jonghyun yang tengah berbaring di atas tempat tidur. Ia menghela nafas, mengumpulkan keberanian sambil mendorong gagang pintu, menutupnya kembali.

Umma, Appa, dan Taemin baru saja pulang.” tukas Hyora, berusaha memperbaiki hawa dingin diantara mereka.

Jonghyun belum menjawab. Ia memainkan jarinya di udara. Memetik udara kosong yag tujuannya entah apa.

Hyora merebahkan tubuhnya di samping Jonghyun. Ia menatap wajah Jonghyun. Mimiknya sedikit berubah, tak sekeras sore tadi. “Mianhae, Oppa.” lirihnya.

“Berhenti meminta maaf!” ucap Jonghyun, terdengar tegas. Tangan kanannya yang sejak tadi sibuk bermain dengan udara kini ia sembunyikan di belakang kepalanya. Sebenarnya ia ingin meletakkannya di kedua telinganya. Namun, apakah dengan menutup telinga masalah ini akan selesai?

“Yang kau lihat di depan perusahaan tadi hanya salah paham. Key hanya ingin mengantarku pulang karena saat itu ia melihat aku sedang kelelahan.” tutur Hyora, berusaha meyakinkan Jonghyun. “Jika kau ingin marah, marahlah padaku sekarang,”

Marah? Oh tentu, ia ingin melakukannya sejak sore tadi. Namun, tipe marah seperti apa yang bisa iia lakukan? Memukul, menampar, mencaci-maki? Tidak, semua itu tak ada dalam kamusnya dalam tata krama untuk perempuan.

“Kenapa kau ingin aku marah? Haruskah aku melakukan itu padamu?” ekor mata Jonghyun melirik Hyora yang memberikan tatapan penuh tanda tanya padanya.

Hyora terhenyak. Respon macam apa itu? Ia sama sekali benci jika Jonghyun memberinya pilihan yang memutar seperti ini.

“Yong Sang bisa terbangun jika aku berteriak,” ujar Jonghyun. “Bolehkah aku marah dengan suara yang lebih kecil?”

Ne?” tanda tanya di kepala Hyora semakin besar.

Jonghyun memutar tubuhnya, memposisikannya telungkup di samping Hyora. Ia menatap Hyora dalam. Kedua mata tajamnya menyipit, memberi pesan bahwa sebentar lagi permainan dimulai.

Tangan kiri Jonghyun bergerak, mengusap pipi Hyora lembut. Bibirnya yang tersenyum tipis terbuka perlahan, memberikan kesan seduktif di raut wajahnya.

Deg, Hyora semakin tak mengerti. Sikap Jonghyun ibarat iblis. Terlalu susah ditebak maksud dan tujuan sebenarnya. Jika ini memang ungkapan kemarahan Jonghyun ia harus menerimanya. Ia salah, dan Jonghyun berhak memberinya hukuman.

Kedua tangan Hyora turut bergerak, melingkar di leher Jonghyun. Kedua matanya terpejam, bersiap menerima apapun tindakan Jonghyun padanya. Bibir Jonghyun menyapu bibirnya perlahan. Sensasi aliran listrik mengalir lagi ditubuhnya, menunjukkan kalau tubuhnya menerima tindakan Jonghyun.

Perlahan Jonghyun membasahi bibir Hyora dengan salivanya. Kedua tangannya mengunci rapat gerak wajah Hyora agar tak berpindah. Lidahnya mengetuk-ngetuk celah bibir Hyora yang masih terkunci rapat. Hyora menuruti keinginan suaminya. Ia sedikit kedua bibirnya, memberi celah lidah Jonghyun untuk masuk.

Hyora menggelinjang ketika lidah Jonghyun membelit lidahnya. Jari-jarinya yang mulai kehilangan kendali menyusup di balik rambut Jonghyun, meremasnya tak karuan.

“Akh..,” tak sengaja Hyora mengeluakan desahannya ketika Jonghyun menggigit bibirnya.

“Jangan bersuara, Yong Sang bisa bangun,” Jonghyun meletakkan telunjuknya di depan bibir Hyora.

Hyora mengangguk pelan, pasrah. Tatapan Jonghyun menghanyutkannya. Tak bisa ia ingkari, ia ingin Jonghyun melakukan hal yang lebih.

Jonghyun kembali membungkam bibir Hyora. Tangan kanannya menyusup dibalik kaos ketat berwana coklat yang dikenakan Hyora. Ia mengelus perut datar Hyora, menikmati sensasi gesekan telapak tangannya dengan kulit mulus yeojaitu.

Hyora hampir tak bisa menahan desahannya. Sentuhan Jonghyun menerbangkan ribuan kupu-kupu di perutnya, membuat aliran darahnya semakin deras menuju ke bagian bawah perutnya.

Jonghyun menghimpit tubuh Hyora ke ujung tempat tidur. Tubuhnya menegang. Tidak, ia tak boleh terbawa nafsu dalah permainan ini. Ia hanya ingin mencari tahu apa gerangan jawaban dari pertanyaan Tuan Lee tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga bisa mempertahankan Hyora. Sampai sejauh ini ia belum menemukan jawaban, itu berarti ia harus meneruskannya.

Jonghyun menggerakkan tangannya yang masih terselip di balik kaus Hyora turun. Perlahan berusaha menerobos hot pants hitam yang dikenakan Hyora.

Oppa, tunggu!” seketika itu Hyora berhenti bergerak. Tangannya beralih mencengkram tangan Jonghyun yang hendak mencapai daerah kewanitannya. “A.. aku belum siap untuk itu.”

Jonghyun turut berhenti. Dengan nafas terengah ditatapnya wajah Hyora yang kini menunjukkan sebuah ketakutan. Ia tak berpura-pura, ia benar-benar belum siap untuk melakukannya lebih jauh dengan perasaan yang sempurna.

Keduanya mengambil posisi duduk. Tak lagi meneruskan permainan mereka.

Mianhae, Oppa.” bisik Hyora, tubuhnya bergetar. Dugaannya salah. Ia masih belum bisa menerima Jonghyun dan membiarkannya mengeksplorasi tubuhnya lebih jauh.

Gwenchana,” balas Jonghyun, turut berbisik. Ia mengusap puncak kepala Hyora lembut. “Tak apa jika kau memang belum siap, kita bisa mecobanya lain waktu.”

Hyora menangkap ketulusan pada sinar mata Jonghyun yang ditimpa cahaya lampu kamar. Ya, inilah yang membuatnya mampu bertahan selama 6 tahun bersama Jonghyun. Namja itu tak pernah memaksa perasaannya. Jonghyun selalu ikhlas menerima seberapa pun kesiapan dirinya dalam menjalani sesuatu termasuk dalam berhubungan seksual.

“Ya sudah, ayo tidur!” Jonghyun merebahkan tubuhnya. Disusul Hyora yang berbaring di sebelahnya. “Sudah cukup aku marah sampai di situ.”

Hyora memejamkan matanya. Apakah ada orang marah seperti itu? Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum kecil.

Jonghyun menatap langit-langit kamar. Sama halnya dengan Hyora, ia sendiri menemukan jawaban atas pertanyaan ayah mertuanya. Ia rasa dirinya punya kelebihan dalam hal kesabaran. Dan kali ini ia tak kesal meski gagal bercinta dengan Hyora. Emosinya tentang kejadian di perusahaan Kibum sore tadi juga hampir teredam dengan sempurna. Entah ini yang dinamakan bodoh atau bijaksana, ia tak tahu. Yang pasti ia menikmatinya dan nyaman dengan perasaan ini. Baik, cukup untuk hari ini. Tenaganya hampir terkuras habis untuk menangani pasien, marah, berpura-pura, dan berbubungan seks. Ia harus menutupnya, kembali ke peraduan malam dan bersiap untuk tantangan esok hari.

TBC


[1] makanan fermentasi yang berasal dari sayuran, terutama sawi, lobak, dan ketimun.

[2] daging iga babi atau sapi yang dipanggang dengan arang dan dibumbui.

[3] sup pedas tulang babi dengan sayuran dan kentang.

[4] mie yang disajikan dengan rumput laut, kimchi, telur, dan sayuran.

[5] mie ramen khas korea

[6] makanan asal daerah Sankai di Jepang, berbentuk bola-bola kecil dengan diameter 3-5cm yang dibuat dari adonan tepung terigu diisi potongan gurita di dalamnya.

[7] suatu kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak, dan biasanya sementara, yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.