JANGAN MENCURI, MENJIPLAK, MENG-COPY-PASTE ATAU MENGGANDAKAN FF INI TANPA SEIZIN AUTHOR!
JANGAN MENJADI PLAGIAT. HARGAI KARYA ORANG LAIN DAN BE CREATIVE!
Charming Girl? Oh, My God!
Author : Chanchan a.k.a Chandra Shinoda
Main Cast :
- Lee Taemin (SHINee)
- Im Yoona (SNSD)
Support Cast :
- Other SHINee and SNSD members
- Choi Sulli (F(x))
Length : Oneshot
Genre : Fluff, friendship, romance
Rating : PG-13
Summary : “Jika kau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah jalan kecil, tapi jalan setapak yang membawa orang menuju mata air.”
Fiuh.., lama banget yah nungguin FF ini? Apa masih ada yang inget sama FF Chronicles ini? Kalau lupa bisa kalian cek teasernya disini
Jujur nih, aku ngerjain FF ini rada buru-buru. Maaf seandfainya kurang puas atau Feelnya kurang dapet, yah 😥
Enjoy !
***
Yoona menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Ia membenamkan wajahnya diantara sela bantal tidurnya. Rasa kesal menyelimutinya. Untuk suatu alasan yang sederhana, ‘gagal’, satu lagi kata itu didapatkannya setelah Taemin mencoba bubur air lautnya. Memalukan, memasak bubur saja tidak becus. Bagaimana dengan kare, tofu, ayam lada hitam atau yang lain?
“Haahh, payah!” Yoona mendengus, ia mengacak-acak rambutnya. Sekarang apa yang baiknya dia lakukan? Seluruh tugas sekolah telah dikerjakannya siang tadi. Ia bahkan telah mempersiapkan dirinya matang-matang untuk ulangan matematika besok.
“Bagaimana kalau aku mencoba memasak yang lain saja?” Yoona berusaha menggali ke dalam pikirannya.
Sejenak Yoona memejamkan matanya, membayangkan satu persatu makanan dengan kriteria ‘mudah dan gampang’ yang mungkin bisa dimasaknya. Warna kuning, sedikit berminyak, dan lebar. “Baik, aku punya 1 ide!”
***
Yoona menatap kerumunan siswa yang memenuhi kantin. Kumpulan makhluk dengan perut kosong itu terlihat bergitu antusias, tak mau mengalah agar mendapat giliran lebih dulu.
Yoona mulai memutar bola matanya, mencari-cari sosok Taemin. Tumben sekali anak itu tak menampakkan batang hidungnya. Biasanya dia anak yang paling bersemangat jika Yoona mencarinya.
Terlalu sibuk dalam urusan Taemin membuat Yoona tak sengaja menginjak sesuatu yang terjatuh di lantai. Ia berjongkok, tangannya meraih benda bersampul putih miris yang kini ternoda oleh cap telapak sepatunya.
“Sebuah buku catatan biologi,” gumam Yoona. Kedua alisnya mengernyit. Siapa orang ceroboh yang menjatuhkan buku sepenting itu? Yoona membuka sampulnya. Identitas yang ada hanya CS, 2-2. “Barangkali punya anak dari kelas 2-2.”
Yoona kembali berdiri, mencari-cari adik kelas dari kelas 2-2 yang mungkin dikenalnya. “Ahh, kau, Seohyun-ah,” Yoona menemukan salah satunnya yang sedang duduk menikmati makan siangnya di salah satu meja di sebelah Timur. “Kau dari kelas 2-2, kan?”
Seohyun mengangguk, tak bisa bicara dengan mulutnya yang masih penuh dengan makanan.
“Ini, barusan aku menemukannya terjatuh. Kurasa pemiliknya sekelas denganmu. Kau tahu?” Yoona menyerahkan buku itu, dengan harapan Seohyun mengetahuinya.
“Ne, aku tahu, Eonnie.” ucap Seohyun sembari tersenyum. “Biar aku yang mengembalikan ke pemiliknya.”
“Gomawo.” ujar Yoona, terdengar lega, kemudian berlalu.
Yoona kembali dengan kesibukannya semula. Sosok Taemin yang masih belum menampakkan wajahnya membuat Yoona memiliki persepsi buruk. Sebagai pilihan terakhir, ia menghampiri Taeyeon yang sedang melahap makan siangnya bersama Jinki.
“Taeyeon-ah, kau lihat Taemin?” tanya Yoona, membuat Taeyeon menatapnya dengan kedua mata bulatnya.
“Err, kurasa dia bersama Sulli di halaman belakang,” jawab Taeyeon sesuai dengan memori yang ia ingat 20 menit yang lalu.
“Sulli?”
“Ne, kurasa Sulli membuatkan bekal untuknya,” jawab Taeyeon lagi.
“Oh, begitu. Ya sudah, aku pergi dulu.” Yoona tersenyum hambar, tak lupa sedikit membungkukkan kepalanya di hadapan kedua sahabatnya.
***
Semilir angin terasa sejuk begitu Yoona menginjakkan kakinya pada rerumputan di halaman belakang. Kakinya berhenti melangkah ketika telinganya menangkap suara.
“Bagaimana, kau suka?”
Suara cempreng yang hampir selalu terdengar ceria itu terdengar familiar. Yah, tentu, suara itu milik Sulli.
“Ne, sangat enak. Rasanya pas. Terima kasih, ya,”
Satu lagi suara berat menimpali, membuat Yoona menggigit bibir bagian bawahnya. Suara itu, milik Taemin.
“Nanti bantu aku menyelesaikan PR biologi, ya?” Sulli terdengar antusias. Ia menatap wajah Taemin yang sibuk melahap bekal yang ia buatkan dengan penuh semangat.
“Baiklah. nanti buatkan aku makan siang lagi, ya,” Taemin mengangguk. Ia tertawa kecil.
Yoona menghela nafas berat. Angin yang berhembus disekitar lehernya tak lagi terasa sejuk. Dadanya terasa panas. Hei, apakah dia sedang cemburu? Entahlah, ia sendiri tak tahu itu. Yang ada dalam pikirannya hanya kesal dan minder. Sulli adalah anggota terbaik dari klub memasak. Siapa anak di sekolah ini yang tak tahu dia?
Yoona melangkahkan kakinya kembali ke kantin. Kali ini tempat yang dipenuhi berbagai macam bau makanan itu sudah tampak sepi. Yoona memilih tempat duduk paling ujung di dekat dinding. Ia menghenyakkan tubuhnya dengan malas di kursi. Perlahan ia menyandarkan puncak kepalanya di dinding. Benda putih yang terbangun kokoh itu ia rasa mampu untuk menahan beban yang kini membuat kepalanya terasa sedemikian berat. Jemarinya bergerak membuka kotak berwarna pink yang sejak tadi dibawanya. Ia menatap gulungan benda kuning yang ia masak dengan susah payah pagi tadi.
“Ini pasti tak ada bandingannya dengan masakan Sulli!” Yoona mendengus. Ia melahap bekal makan siang yang harusnya ia berikan pada Taemin dalam diam. Ia tak benar-benar lapar. Namun, rasa kesalnya mendorong isi kotak makan berwarna pink itu untuk masuk ke perutnya. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun ketika mengunyah segulung telur dadar yang dibuatnya tadi pagi. Alasannya sederhana, tak ada rasa apapun pada benda kuning berminyak itu selain licin. Payah, tujuan yang ingin dicapainya gagal lagi kali ini.
“Noona, kau di sini? Aku mencarimu kemana-mana.” seseorang namjamenghampiri Yoona. Sosok periang dan kekanak-kanakan, Lee Taemin.
Yoona tersenyum tipis. Ekor matanya melirik sekilas wajah Taemin yang nampak antusias. Ia hanya menghela nafas sejenak lalu melanjutkan makan siangnya.
Taemin memiringkan kepalanya. Aneh rasanya melihat Yoona tak balas menyapanya, namun lebih aneh lagi melihat yeoja itu memawa makan siang. Taemin menarik kursi kosong di hadapan Yoona, bergabung dengan keasyikanyeoja itu dengan bekalnya.
“Wah, kau bawa bekal, tumben,” Taemin membuka pembicaraan, menghilangkan kecanggungan yang sempat terjadi.
Yoona masih bungkam. Selera makannya makin memburuk. Ia memutar bola matanya, mulai menghentak-hentakkan sendok makannya.
“Kenapa tak menjawabku, Noona?” Taemin mengernyitkan alisnya, tak mengerti dengan tingkah Yoona.
“Diamlah, aku sedang makan!” bentak Yoona. Dadanya berubah naik turun dengan cepat.
“Ne?” masih dengan tatapan polos tak berdosanya, Taemin melontarkan pertanyaan itu. Ia masih belum tahu dimana letak kesalahannya dalam kasus ini. “Err, boleh aku minta sedikit?” ia memancing Yoona.
“Aniyo!” sekali lagi Yoona mengeluarkan suaranya dengan nada tegas.
“Ne? Waeyo?” bagus, semakin Taemin memancing Yoona semakin ia bingung harus melakukan apa.
“Perutmu itu sudah penuh, buat apa makan lagi?” Yoona sedikit menurunkan nada bicaranya. Ia mulai tahu perasaan apa yang ia rasakan saat ini.
“Ne?”
“Aish, daritadi ne, ne terus! Kau sudah makan bekal yang dibuatkan Sulli, bukan?”
“Ne.” Taemin mengiyakan pertanyaan Yoona. “Hajiman..,”
“Makanlah sendiri, aku ada urusan dengan Taeyeon!” Yoona bangkit dari tempat duduknya. Ia berlalu meninggalkan Taemin dan kotak makanannya yang masih tersisa setengah.
***
Yoona kembali menikmati bekal makan siangnya seorang diri. Ia memasukkan sepotong ayam lada hitam ke mulutnya. Percikan pedas dari taburan lada pada ayam itu membuat Yoona memejamkan matanya. Makanan pedas itu mungkin bisa membuatnya wasir saat memenuhi panggilan alam di kamar mandi besok pagi. Tapi, demi menghilangkan rasa kesalnya ia rela melakukan itu. Ia sadar sikapnya seperti anak-anak kemarin siang. Cemburu membuatnya lupa dengan statusnya sebagai siswi kelas 3 SMA. Namun, siapa yang peduli? Orang dewasa yang putus cinta mungkin melakukan hal yang lebih gila darinya, contohnya, bunuh diri.
“Noona, kau bawa bekal lagi?” Taemin menghampirinya, turut bergabung dan bersikap seolah kemarin tak terjadi apa-apa diantara mereka.
Yoona tak menjawab. Sekilas pandangannya beradu dengan Taemin. Kotak makanan yang dibawa Taemin membuatnya makin enggan untuk mengeluarkan suaranya.
“Boleh aku coba?” Taemin tersenyum, memamerkan sederet gigi putihnya.
“Bukankah kau sudah bawa bekal?” tanya Yoona dingin, menyuap lagi ayam lada hitam super pedasnya.
“Err, ini hanya ucapan terima kasih dari Sulli,” senyum di wajah Taemin sedikit memudar. Reaksi Yoona seolah seperti warning shot baginya.
“Oh..,” tanggap Yoona pendek.
Masih belum ingin berpikiran buruk, Taemin menyendok ayam di kotak makanan Yoona. “Wah, mashita!” seru Taemin, meski kedua pipinya memerah akibat menahan pedas.” Kau yang memasaknya? Benar-benar enak,”
“Bukan, Lee Ahjumma,” ucap Yoona, menyebut nama pelayannya. Jelas makanan itu enak. Apa mungkin dia yang keahlian memasaknya begitu parah bisa membuatnya? Atau Taemin memang berniat menyindirnya?
“Oh, mian,” Taemin menunduk, ia menjadi serba salah.
“Aku duluan, ya.” Yoona bangkit dari tempat duduknya. Pembicaraan tak mengenakkan tadi membuat ayam di mulutnya berubah menjadi seratus kali lebih pedas.
“Tunggu! Sebenarnya ada apa denganmu?” Taemin mencegat tangan Yoona. Ia tak tahan dengan sikap aneh yeoja itu. “Kau marah karena Sulli membuatkan bekal untukku?” ia menatap Yoona tajam sementara yang ditatap hanya mengernyitkan alisnya. “Kalau iya, aku tak akan memakannya,”
“Jangan kekanak-kanakan!” Yoona menghempaskan tangan Taemin. “Makan saja, aku benar-benar ada urusan sekarang,”
***
Yoona menghampiri Taeyeon yang sibuk dengan setumpuk buku di perpustakaan. Yeoja itu terlihat begitu serius. Jika ini bukan untuk meminjam catatan pelajaran, Yoona tak akan tega mengganggunya.
“Kau sendirian?” Yoona duduk di Samping Taeyeon, membuat yeoja itu tersenyum dan menghentikan sebentar kegiatan membacanya. “Mana Jinki?”
“Dia di kelas, sedang makan bersama Sulli,” jawab Taeyeon pendek, kembali beralih dengan buku biologinya.
“Kau bilang siapa?” Yoona tersentak. “Sulli?”
“Iya,” Taeyeon mengangguk. Apakah ada yang salah?
Yoona terdiam sesaat, mencerna apa yang ada saat ini di otaknya. Melihat reaksi Taeyeon membuatnya sedikit merasa bersalah pada Taemin.
“Ya, kau tidak khawatir membiarkan mereka makan berdua saja?” tanya Yoona, sedikit ragu-ragu.
Sebelah alis Taeyeon terangkat. “Untuk apa? Lagipula Sulli hanya berterima kasih karena kemarin Jinki membantunya berlajar statistika,” ya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk itu. Memangnya kita berhak melarang seseorang untuk mengucapkan terima kasih?
“Oh, err, mana catatan kimiamu? Aku mau pinjam.” Yoona mengalihkan pembicaraan. Senyum hambar terlukis di bibirnya, ia jadi salah tingkah.
“Ini,”
***
Yoona melangkahkan kakinya dengan gontai di sepanjang koridor. Tak peduli dengan anak-anak lain yang berlalu lalang di sekitarnya. Jam pulang sekolah yang buruk, pikirnya. Apa yang akan ia katakan jika bertemu dengan Taemin? Meminta maaf? Ia rasa tidak. Gengsinya terlalu besar. Dan apakah seorangyeoja yang cemburu pada namja chingu-nya ketika melihatnya bersama yeojalain salah?
Angin kembali menerpa wajahnya ketika ia menginjakkan kaki di halaman depan sekolah, lembab, dan penuh uap air. Yoona menegadahkan kepalanya ke langit. Kumpulan awan hitam mulai memuntahkan cairannya.
“Astaga, hujan!” Yoona menutupi puncak kepalanya. Secepat mungkin ia berlari menuju ke mobilnya. Hujan yang semakin deras membuatnya tak bisa berkonsentrasi melihat jalanan. Brukk… “Aish, batu sialan!” Yoona tersungkur. Tubuhnya membentur trotoar jalan, terasa ngilu. Ia yakin ada salah satu bagian tubuhnya yang tidak beres. “Haah, pergelangan kakiku terkilir,” tepat. Ia menemukan masalahnya ketika menyadari tubuhnya tak bisa berdiri dengan tegak.
“Ya! Kenapa ceroboh sekali, Noona?!” seseorang menghampirinya. Itu Taemin, muncul dengan seragam coklatnya yang sebagian basah oleh hujan.
“Kau?” sekilas Yoona menatap Taemin terkejut, namun rasa ngilu di kakinya membuatnya tak bisa membagi konsentrasi untuk bicara pada Taemin. “Aish!”
“Naiklah!” Taemin berjongkok membelakangi Yoona. Kedua tangannya telah siaga di balik punggungnya, siap menopang berat tubuh Yoona.
Yoona terdiam. Ia tak memberikan respon apapun kecuali menatap Taemin dengan kedua mata membulat.
“Kubilang naik ke punggungku!” tegas Taemin. Pertama kali ia berbicara pada Yoona dnegan suara sekeras itu.
“Ani, aku bisa jalan sendiri!” Yoona menolak. Ia menyeret paksa kakinya untuk berjalan.
“Aish, Im Yoona, kau ini keras kepala sekali!” Taemin mencegat pergelangan tangan Yoona. Jujur, ia ingin tertawa saat ini. Apakah Yoona sebegitu malunya digendong oleh tunangannya? Atau dia masih marah dengan masalah Sulli saat makan siang tadi?
“Ya! Kau mau cari penyakit dengan hujan-hujanan begini?!” Yoona berteriak. Ia tahu Taemin memiliki daya tahan tubuh yan buruk jika menyangkut hujan. Maka dari itu ia tak mau merepotkan Taemin dengan menggendongnya sampai ke mobil.
“Ish, harusnya aku yang tanya begitu. Cepat naik!” Taemin tetap bersikeras. Ia menatap Yoona lekat-lekat, meyakinkan pada yeoja itu bahwa ia akan baik- baik saja.
“Ba.. baiklah.”
***
Yoona turun dari mobilnya. Malam ini supirnya, Choi Ahjussi mengantarnya ke sebuah rumah besar di samping taman kota, rumah Taemin. Ia berniat untuk minta maaf padanya malam ini juga dan memastikan bahwa Taemin baik-baik saja setelah hujan-hujanan sore tadi.
“Anda boleh pergi, Ahjussi. Jemput aku dua jam lagi. Gomawo,” Yoona membungkukkan badannya. Begitulah cara ia menghormati para pekerja di rumahnya.
“Baik, Nona muda,” Tuan Choi mengangguk. Kakinya segera menginjak pedal gas dan pergi meninggalkan Yoona.
“Annyeong haseyo, Taemin-ah!” Yoona mengetuk pintu.
Tak ada jawaban dari dalam rumah. Langkah kaki seorang pelayan pun tak terdengar.
“Taemin-ah, aku masuk!” Yoona memberanikan diri masuk ke dalam. Dugaanya benar, tak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Penasaran dengan apa yang terjadi, Yoona segera berlari menuju anak tangga, bergegas menuju ke kamar Taemin.
Kayu jati berwarna coklat yang menjadi pintu kamar Taemin tertutup rapat. Yoona terdiam sesaat. Ia menarik nafas pelan, menjernihkan pikiran dan tetap berpikir positif. Perlahan jemarinya bergerak meraih gagang pintu.
“Ya, Taemin-ah, ada apa denganmu?!” Yoona membuang usahanya untuk berpikir jernih. Ia bergegas menghampiri Taemin yang tergeletak di atas tempat tidur. Tubuh namja itu berkeringat. Dadanya bahkan terlihat naik turun dengan cepat.
Yoona menggenggam tangan Taemin sementara satu tangannya meraba keningnamja itu. “Omona, badanmu panas sekali!” Yoona meringis, ia mendesah kesal. Harusnya ia memang menolak pertolongan Taemin tadi sore. “Mana para pelayan? Dimana Ahjumma dan Ahjussi?”
“Ada rapat besar hari ini, semuanya pergi,” desis Taemin. Kedua matanya masih terpejam.
Yoona membatin. Apa yang harus ia lakukan? Menelepon supir Choi? Tidak, butuh setengah jam baginya untuk kemari. Menelepon ambulans? Ah.. entahlah!
Yoona bergegas menarik kedua tangan Taemin, menaikkan tubuh kurus namjaitu ke punggungnya.
“Noona, apa yang kau lakukan?” Taemin terpaksa membuka kedua matanya yang berat begitu menyadari tindakan Yoona.
“Di dekat sini ada poliklinik, kan? Aku akan membawamu ke sana.” ucap Yoona. Kedua tangannya telah menyangga tubuh Taemin di punggungnya. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Ia tak sempat memikirkan cara lain dalam keadaan genting seperti ini.
“Ne?” Taemin tak habis pikir dengan keputusan Yoona. Ia sudah cukup terkejut ketika Yoona mampu menggendongnya. Dan sekarang membawanya ke poliklinik? Apa dia bercanda?
“Pegangan yang kuat, aku akan berlari ke sana.” tegas Yoona.
Belum sempat Taemin membalas perkataan Yoona, Yoona telah berlari lebih dulu. Yeoja itu seolah lupa kalau ia sedang memiliki cedera pada pergelangan kakinya.
Yoona menyusuri trotoar jalanan secepat mungkin. Ia tak peduli dengan kumpulan mata yang menatapnya aneh. Ia juga tak menghiraukan tangannya yang mulai terasa kram akibat menopang tubuh Taemin yang cukup berat. Tulisan poliklinik sudah terlihat. Kira-kira 50 meter lagi. Ia harus cepat sampai di sana.
***
Taemin membuka matanya perlahan. Bulatan-bulatan kilauan cahaya membuat kedua alisnya mengernyit. Warna putih menyeruak ke balik kornea matanya. Ia mendesah pelan. kepalanya masih terasa berat seperti semalam.
“Kau sudah bangun, Sayang?” suara lembut keibuan menyapanya.
“Umma,” Taemin berbisik. Ia menatap sekeliling. Ruang VIP tempat ia dirawat sama sekali bersih. Ia tak melihat tanda-tanda kehidupan selain dirinya dan sang ibu. “Mana Yoona Noona, Umma?”
“Pukul 3 pagi tadi dia pulang. Umma menyuruhnya jangan sampai bolos hari ini.”
“Ohh..,” Taemin menghela nafas sejenak. Bibirnya menyunggingkan senyum. benarkah Yoona yang semalam menggendongnya sampai kemari? Astaga, sebesar apa tenaga yeoja itu?
Tok, tok, tok, seseorang mengetuk pintu. Nyonya Lee bergegas membukakan pintu untuk penjenguk pertama Taemin hari ini. “Yoona-ya, kau datang lagi?”
“Ne, aku membawakan sesuatu untuk Taemin.” Yoona tersenyum sopan.
“Baiklah, kalau begitu aku tinggalkan kalian berdua.” Nyonya Lee bergegas keluar. Membiarkan putra dan calon menantunya berbicara dengan leluasa.
Yoona terdiam sesaat ketika pandangannya beradu dengan Taemin. Ia ragu untuk memberikan apa yang ada dalam genggamannya kali ini.
“Kau bawa apa, Chagiya?” Taemin tersenyum nakal.
“Ne?” Yoona terkejut. mendengar kata ‘chagiya’ dari bibir Taemin membuat semburat merah muncul dari kedua pipinya. “Err, aku membuatkan sup untukmu,”
“Jincca? Ayo suapi aku!” seru Taemin bersemangat.
Yoona membuka kotak makanan berwarna kuning yang dibawanya dengan hati-hati. Asap mengepul begitu ia membukanya dengan sempurna. “Aku yang memasaknya sendiri. Maaf, jika tak sebanding dengan rasa masakan Sulli,”
“Kau bicara apa? Cepat suapi aku. Itu pasti enak.” ucap Taemin seraya membuka mulutnya lebar-lebar.
Yoona menyendok sup wortel yang ia buat dengan campuran sosis, daun bawang, dan ayam cincang perlahan. Menyuapkannya pada Taemin sambil tersenyum kecil. Tampak Taemin mengunyahnya tanpa menunjukkan ekspresi.
“Bagaimana? Hambar?” tanya Yoona memastikan.
“Kaldu ayamnya cukup terasa,” Taemin tersenyum. Suhu badannya yang masih tinggi membuat indera perasanya tak bisa merasakan masakan dengan sempurna.
“Maaf, untuk yang kemarin. Aku iri karena kau menyukai masakan Sulli, sementara aku yang merupakan tunanganmu bahkan belum bisa membuatkanmu masakan yang sederhana sekalipun.”
Taemin tertawa kecil. Ia menggenggam erat jemari Yoona. “Tak apa, aku tahu kau cemburu. Itu tandanya kau benar-benar menyukaiku. Oh ya, aku benar-benar takjub dengan tindakanmu semalam. Kau benar-benar gadis yang kuat.” ucap Taemin meyakinkan. “Ketahuilah, jika kau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah jalan kecil, tapi jalan setapak yang membawa orang menuju mata air.”
Sembuat merah kembali muncul dari kedua pipi Yoona. “Gomawo.”
“Saranghae, Noona.”
“Ne, nado saranghae..”
***
Yoona menyusuri koridor sekolah dengan langkah pelan. Kali ini ia melakukannya dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Ia puas telah menjadi penolong bagi Taemin. Untuk tiga hari ke depan ia mungkin akan lebih bersabat dengan rumah sakit, sebelum Taemin diizinkan pulang. Pesan dari namja chingu-nya itu kembali mengiang-ngiang di telinganya. Ia mungkin baru menjadi jalan kecil. Namun suatu saat nanti ia berjanji akan menjadi jalan raya yang akan membuat Taemin lebih leluasa menemukan mata air yang dicarinya.
“Yoona Eonni,” seseorang memanggilnya dari belakang.
“Sulli?” kedua bola mata Yoona membulat. “Ada apa?”
“Ini, aku buatkan makan siang untukmu,” Sulli menyerahkan sebuah kotak ukuran sedang berwarna biru muda pada Yoona. “Terima kasih sudah menemukan catatan biologiku,”
Yoona menerima itu dengan ragu-ragu. Benarkah ini? “Jadi itu milikmu?”
“CS, C untuk Choi, S untuk Sulli,”
Yoona tertawa kecil. “Oh.. begitu rupanya. Gomawo, Sulli-ya,”
Sulli tersenyum kecil. Senyuman itu menambah setingkat kebahagiaan Yoona hari ini. Kini ia tahu, anak itu benar-benar tulus melakukannya sebagai ucapan terima kasih, bukan untuk yang lain.
“Ngomong-ngomong, Sulli-ya, kau mau mengajariku memasak?”
“Ne? Jinccayo? Tentu saja. Ayo kita belajar sama-sama,”
“Baiklah!”
***
Orang memiliki cara mereka masing-masing untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya. Mungkin salah satu diantaranya ada yang membuat kita begitu tersanjung atau bahkan membuat kita berbalik membenci orang tersebut. Jangan pernah berpikiran buruk terhadap orang yang gerak geriknya hanya kau lihat secara awam, karena mungkin merekalah yang sesungguhnya memiliki hati seorang malaikat yang akan membantumu menemukan kedewasaan yang sesungguhnya.
FIN