JANGAN MENCURI, MENJIPLAK, MENG-COPY-PASTE ATAU MENGGANDAKAN FF INI TANPA SEIZIN AUTHOR!
JANGAN MENJADI PLAGIAT. HARGAI KARYA ORANG LAIN DAN BE CREATIVE!
Author : Chanchan a.k.a Chandra Shinoda (@chandrashinoda)
Main Cast : Kim Jonghyun, Kim Kibum (Key), Jung Jessica (SNSD)
Support Cast : Other SHINee members, Im Yoona (SNSD)
Length : Twoshots
Genre : Angst, Friendship, Horror, Mistery
Rating : PG-15
Summary : Ada sesuatu yang tak akan pernah berubah meski kita telah berusaha untuk merubahnya. Perasaan yang tak tersampaikan. Jeritan yang tak terdengar, terpisah dari darah dan daging. Yang tersisa hanyalah jiwa kosong yang teramat menderita. Kemarahan ini, kesedihan ini, datang dan berlalu begitu saja. Sekali terlihat dan selamanya mambekas menjadi kenangan yang tak akan pernah terlupakan.
Inspired by : Manga Jepang – Psychic Detective Yakumo
Original Story by: Ritsu Miyako
Disclaimer : I don’t own all SHINee members. They’re God’s. They belong to themselves and SM Entertainment. I’m just the owner of the story.
A.N : Fiuhh~ akhirnya end juga. Maaf ya kalau mengecewakan. Jangan lupa komen, chingu.. dan mohon jangan bash karena pairingnya. Gomawo!!
The Lost Life
Hanya berselang seminggu setelah penemuan mayat siswi SMA―Im Yoona―korban tabrak lari di dekat terowongan, pelaku berhasil diringkus. Dari data yang dikumpulkan pelaku bernama Lee Jinki, mahasiswa tingkat 3 jurusan Teknologi Pertanian, seorang pengendara motor yang suka mabuk-mabukan.
***
Jonghyun meneguk segelas teh hangat dengan malas. Menerima tamu pagi-pagi selain Jessica rasanya sedikit aneh untuknya. Tamu kali ini cukup akrab dengannya. Polisi muda berusia 32 tahun, Choi Minho. Laki-laki yang kerap kali meminta bantuannya untuk memecahkan kasus kehilangan.
“Kali ini kau ingin memaanfaatkan aku untuk apa, Minho Hyung?” tanya Jonghyun, sedikit terdengar jutek.
“Ya, jangan berkata seperti itu. Aku kan hanya ingin meminta bantuanmu saja,” Minho sedikit sensitif menanggapi perkataan Jonghyun.
Tok.. tok.. tok.. “Jonghyun-ah, kau ada di dalam?” terdengar suara seorang yeoja dari luar pintu.
Jonghyun menoleh ke arah pintu sekilas. Ia sudah hafal siapa pemilik suara itu. “Masuklah, Sica,”
Jessica menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Bibirnya menyunggingkan senyum begitu menyadari keberadaan Minho di dalam. “Wah, ada Minho Oppa juga, ya? Ada yang ingin diselidiki lagi kali ini?”
Minho menatap Jessica. Ia tersenyum tipis. “Kau rutin sekali datang kemari. Nanti pasti kau akan jadi istri yang baik untuk Jonghyun. Hahahaha!”
“Haahh~” Jonghyun menghela nafas panjang. “Jangan pedulikan orang aneh ini, Sica. Ngomong-ngomong kau bawa bubur, tidak?”
Jessica hanya memandang aneh ke arah Minho. Istri? Entahlah.., tugas kuliah yang menumpuk tak sempat membuatnya berpikir untuk mencari pacar. Tapi, kalau Jonghyun? Ah.., entahlah. “Ini untukmu!” ia menyerahkan sekotak bubur pada Jonghyun.
“Baik-baik, aku hanya bercanda!” Minho berhenti tertawa. “Kotak tertawa kalian rusak, ya? Diajak bercanda saja tidak bisa!” *Spongebob: mode on!*
“Langsung saja ke inti permasalahan, Hyung!” Jonghyun masih tetap cuek sambil melahap buburnya.
“Baiklah, aku ingin kalian mencari seorang anak SD yang hilang,” Minho mengeluarkan selembar foto dari sakunya. “Ini dia, namanya Lee Taemin.”
“Anak laki-laki, tapi cantik sekali!” komentar Jessica, memandang foto itu dengan sebelah alis terangkat.
“Sepertinya dia anak yang periang.” Jonghyun turut berkomentar.
“Ya, kalian ini, ayolah pikirkan cara untuk mencarinya, jangan menilainya seperti itu!” giliran Minho yang kesal dengan sikap Jonghyun dan Jessica. “Aku masih ada urusan, kalian selidiki berdua saja, ya? Dan semoga saja kemampuan kalian tidak berguna kali ini.”
Jonghyun tersenyum tipis. “Iya, kuharap begitu.”
“Untuk penemuan jazad anak SMA yang kemarin, kerja yang bagus. Ini untuk kalian!” Minho menyerahkan sebuah tas berisi makanan pada Jonghyun dan Jessica. “Orang tua gadis itu sangat berterima kasih pada kalian,” ucapanya, lalu segera pergi, bersiap dengan urusannya.
***
Satu kotak nasi, satu kaleng daging siap saji, sepotong apel, dan air mineral. Jonghyun menjinjing makan malamnya dengan santai menyusuri jalan setapak. Makan malam di rumah Minho juga tak buruk. Urusan membantu Minho memecahkan kasus anak SD ini membuatnya harus sering berkomunikasi dengan polisi itu.
“Ya, Jonghyun-ssi, tumben kau sore-sore begini ada di sini?” diluar dugaan sebuah mobil menghampirinya. Suara pemilik mobil itu terdengar tak asing. Jonghyun menoleh sesaat. Ya, namja itu, Kim Kibum.
Jonghyun hanya memandang Kibum dingin. Tak balas menyapa atau memulai pembicaraan. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Kibum tetap tersenyum manis, masih berusaha menarik perhatian Jonghyun. “Kudengar kau dan Jessica berhasil menemukan mayat anak SMA di tebing dekat terowongan, ya? Wahh! Keren!”
Jonghyun mendesah kecil, tetap tak menggubris perkataan Kibum dan melanjutkan perjalanannya.
“Ya! Kau lupa padaku?” Kali ini Kibum terlihat sedikit murung dengan sikap cuek Jonghyun. “Atau kau cemburu dengan kedekatanku dan Jessica?”
Deg, Jonghyun terdiam. Kenapa sih namja ini selalu ikut campur? “Aish! Dasar menyebalkan! Itu tidak ada hubungannya denganku, tahu!”
Senyum di wajah Kibum melebar menyadari Jonghyun mulai menanggapi kata-katanya. “Oh ya, hari ini aku dan dia akan…,”
Jonghyun terdiam. Kata-kata Kibum seolah tak merasuk ke telinganya. Panas, aura itu menjalar begitu saja keseluruh tubuhnya. Di seberang jalan. Ya, penyebabnya ada di sana. “Arwah,” ia melirih.
“Heh?!” wajah Kibum berubah menjadi pucat. “Jangan menakut-nakutiku, dong. Ya sudah, aku pergi dulu, ya?”
Jonghyun menyipitkan kedua matanya. Anak itu yang ada di foto. Lee Taemin, anak itu sudah meninggal. Ia menunduk, kedua tangannya terkepal kuat. Auranya gelap. Apa yang menyebabkannya menjadi semarah itu?
Sekilas setelah Kibum melewati Jonghyun, arwah itu menghilang. Jonghyun mengedarkan pandangannya. Tidak.., dia tak hilang, tapi ikut menumpang di mobil Kibum.
Jonghyun segera menekan tombol-tombol di ponselnya. Ini tak bisa dibiarkan lebih lama lagi.
“Yeoboseyo, ada apa, Jonghyun-ah?” terdengar suara Minho di ujung sana.
Jonghyun menghela nafas sejenak. Rasanya sulit sekali untuk mengatakan ini. “Anak yang ada dalam foto itu, dia sudah meninggal, Hyung.”
Minho juga terdengar menghela nafas panjang di ujung sana. “Ya, benar. Pihak kepolisian juga telah menemukan mayatnya sekitar 50 meter dari tempat mayat anak SMA yang ditemukan kemarin. Kami sempat curiga setelah kalian menemukan mayat di sana. Dan benar saja, kami juga menemukan mayat anak ini di tempat itu. Baiklah, bisa kita bertemu?”
“Tentu, aku baru saja berniat untuk melaporkan ini. aku akan segera ke rumahmu!”
***
Kibum menyetir mobilnya dengan santai. Membayangkan dirinya akan bertemu dengan Jessica membuatnya tak bisa berhenti tersenyum. Laki-laki mana yang tak akan senang jika bisa berdua saja di dalam mobil dengan gadis cantik, pintar, dan baik seperti dia?
Tepat seperti tempat janjian mereka, Jessica telah menunggunya di depan perpustakaan umum daerah.
Kibum menghentikan mobilnya. Ia membuka kaca mobil dengan pelan dan tak lupa memberikan senyumannya pada gadis itu. “Annyeong, Sica! kau sudah di sini? Maaf membuatmu menunggu lama. Ayo naik, reuninya sebentar lagi dimulai.”
Jessica balas tersenyum. “Gwenchana, aku baru beberapa menit sampai di sini,” ia bergegas masuk ke dalam mobil. Merapikan cara duduknya dan memakai sabuk pengaman. “Baiklah, ayo kita berangkat!”
***
Minho menatap Jonghyun yang tengah melahap makanannya dengan kedua alis bertaut. “Lalu apa kau tahu siapa pembunuh anak itu, Jonghyun-ah?”
“Iya, namja itu.” jawab Jonghyun dingin, acuh tak acuh dengan pertanyaan Minho. “Saat di terowongan, mungkin dia memang melihat anak itu melintas di depannya. Anak itu ingin membalas perlakuan namja itu terhadapnya, namun gagal. Dan kali ini dia akan melakukannya lagi. Dan kurasa pelakunya akan mati juga sekarang!” paparnya, membuat Minho terperanjat.
“Ya! Kenapa kau bicara tentang hidup-mati semudah itu? Kau tahu siapa orang yang kau sebutkan itu?” mendadak aliran adrenalin Minho mengalir deras. Emosinya mulai terpancing.
Jonghyun mendesah. “Baik, baik, akan kutanya Sica saja!” ujarnya, malas menghadapi emosi Minho lebih dari itu.
“Sebaiknya cepat!” Minho melipat kedua tangannya di dadanya, masih berusaha sabar.
Jonghyun menekan tombol-tombol di ponselnya mencari-cari kontak dengan nama ‘Ice Princess Jessica’. Ia menekan tombol hijau lalu menempelkan ponselnya di telinganya. Selang beberapa detik terdengar suara merdu Jessica diujung sana. “Ne, Sica, masalah teman laki-lakimu yang kemarin itu, boleh aku minta nomor teleponnya? Ada yang ingin kubicarakan dengannya,”
Jessica melirik ka sebelah. Tumben sekali Jonghyun peduli pada Key, pikirnya. “Kalau mau ngobrol dengan Key, dia ada di sebelahku sekarang.”
“Mwo?!” Jonghyun terperanjat. Firsasat buruk mulai menghantuinya. “Kau naik mobilnya?”
Jessica mengernyitkan alisnya. Nada bicara Jonghyun terdengar aneh di telinganya. “Ne, kami ada reunian sekarang.”
“Turun!” kini nada bicara Jonghyun berubah menjadi bentakan.
“Ne? Wae?” Jessica semakin tak mengerti. Ada apa dengan namja ini?
“Aish!” Jonghyun mendesah kesal. Apa yang membuat Jessica jadi tak peka seperti ini? “Buka sixth sense-mu, kau akan tahu apa yang sedang menunggu kalian!”
Jessica menghela sejenak, ia mengikuti perintah Jonghyun. Perlahan matanya terpejam. Ia menggerakkan kedua telunjuknya, memijat-mijat daerah di perbatasan kedua matanya lalu kedua telunjuknya itu bergerak naik dan menjauh di kedua alisnya diikuti kedua jari tengahnya yang melakukan gerakan yang sama.
“Sica…,” terdengar suara Kibum yang berubah menjadi panic. “Remnya tidak berfungsi,”
Kedua bola mata Jessica membulat. “Mwo? Remnya tidak berfungsi?”
“Kau bilang apa, Sica?!” Jonghyun yang mendengar percakapan Jessica dan Kibum mulai panik.
Raut wajah Jessica menegang. Nafasnya mulai tak beraturan. “Key bilang remnya macet,”
Jonghyun mengepalkan tangannya. Ia tahu, hal ini pasti terjadi. “Aish, sudah dimulai rupanya. Minho Hyung, ayo kita susul mereka!” ia bangkit dan segera meraih jasnya, sejurus kemudian ia kembali berkonsentrasi pada ponselnya. “Sica, tolong pandu kami kemana kalian akan pergi, kami akan segera menyusul kaian, jangan putuskan kontak sedetikpun!”
Jonghyun dan Minho bergegas menuju ke mobil. Minho memegang kendali. Secepat kilat ia mengendalikan mesin itu dan mulai menerobos jalanan. Sementara Jonghyun tetap fokus pada ponselnya. Sedikitpun tak boleh lengah, kali ini Jessica benar-benar dalam bahaya.
“Kami ada di depan kampus!” Jessica memandu dengan cepat. Ia sibuk melirik bangunan yang mungkin bisa dijadikannya petunjuk. “Kami menuju ke barat, sebentar lagi akan lewat rumah sakit.”
CKITT!! Suara ban bergesek kuat. “Kyaaa!! Sica, mobilnya sudah tidak bisa dikendalikan! Dia bergerak sendiri, Sica!” Key semakin panik. Ini benar-benar di luar nalar manusia.
“Baik, tenanglah, kami sedang menyusul kalian,” Jonghyun berusaha menenangkan Jessica sekaligus namja yang tengah histeris di sampingnya. “Terus arahkan kami!”
Jessica kembali melirik daerah sekitarnya. Nafasnya semakin memburu. Wajahnya mulai basah oleh keringat, kekhawatirannya mulai mencapai puncak. “Jalan setapak, 4 kilo meter dari apartementmu,”
Raut wajah Jonghyun mengeras. Kesimpulannya sudah ada. “Terowongan!”
***
Minho yang sejak tadi sibuk menyetir dengan kecepatan 80 km/jam menjadi semakin antusisas. “Bagus, kita sudah tahu kemana mereka akan pergi. Ayo lewat jalan pintas!” ia membanting stir, berbalik menuju jalan bercabang di belakang kampus Jonghyun.
“Dasar polisi tukang ngebut!” protes Jonghyun. Ia terlihat kesal dengan Minho yang mengegas mobilnya dengan kecepatan yang semakin bertambah.
“Kalau lebih pelan dari ini semua orang yang minta pertolonganku bisa mati duluan sebelum sempat kutolong.” ujar Minho tanpa beralih dari kegiatannya.
***
Kibum tetap panik dengan keadaan tak terkendali ini. Ia meringis. Kedua tangannya menjambak rambutnya, menahan kengerian yang membuat air mata tak diundang jatuh di pipinya. “Sica, bagaimana ini? aku tidak mau mati!!” ia mengguncang tubuh Jessica, semakin histeris. “Terowongan, kita akan di bawa ke terowongan! Kyaaa!!”
Jessica meremas tangan Kibum yang mencengkram pundaknya. Mobil mulai masuk ke mulut terowongan dengan kecepatan 100 km/jam. Jessica menelan ludah. Bukan hanya kecepatan, hawa di dalam mobil juga mulai berubah. Suhu menurun drastis.
Jessica menggigit bibir bagian bawahnya. Apa yang harus dilakukannya dengan mobil gila dan namja tak waras ini?
Klap! Deg, Jessica mematung. Di jendela depan, seorang anak berjongkok dan memandang mereka sinis. Anak itu menyeringai seolah berkata ‘tamatlah kau!’.
“Kyaaaa!!!! Sica, dia datang!” kali ini Kibum menjerit. Ia sudah tak tahan. Semua terror ini cukup! Ia sudah tak kuat lagi menghadapinya.
“Anak ini? Lee Taemin?” Jessica mendesis. Keringat dingin semakin membasahi pelipisnya. “Terowongan? Ahh.. dengan kecepatan seperti ini kami akan?” ahh tidak.. tidak boleh, ia membatin, semakin panik. “Jonghyun, kumohon datanglah. Tolong aku, Jonghyun!!!”
Ckitt..!! suara decitan ban terdengar jelas. Suara mesin menggema bak jeritan di dalam terowongan. Hanya sekejap, kumpulan emosi itu menyerang. Merasuk, mengintai dua orang korban yang siap dijadikan santapan. Inilah puncak amarah yang harus diterima. Inti penderitaan yang harus dialami para jiwa yang hanya tinggal harapan. Kebencian yang terlalu kuat, kuat untuk menjebloskan seseorang ke dalam kematian.
BRAKK!!!
***
Asap mengepul memenuhi jalanan. Suara mesin setelah gesekan panas masih terdengar. Di pagar pembatas tebing. Minho berhasil menghentikan mobil Kibum. Mobilnya tepat berada di samping tebing, menahan mobil Kibum yang ada di sebelah kanannya. Jika sedikit saja mereka terlambat, enatah apa yang akan terjadi.
“Wah, Hyung, rasanya setelah ini kau harus menguras isi dompetmu. Tampaknya kerusakan mobilmu sangat parah!” Jonghyun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kondisi mobil Minho setelah melakukan misi penyelamatan.
Minho meremas rambutnya, frustasi. “Huh, istriku, Yuri, pasti marah sekali nanti.”
“Siapa suruh nabrak?” Jonghyun berlalu, tak peduli lagi dengan Minho yang masih merutuki mobilnya.
“Dia niat menolong tidak, sih?” Minho mencibir. “Bagaimana mau menolong dengan cara lain kalau mobilnya saja sudah tak terkendali seperti itu?”
Jonghyun menghampiri dua makhluk yang baru saja ditolongnya. “Jessica, kau baik-baik saja?”
Jessica membuka mata perlahan. Tubuhnya masih bergetar. “N-ne, kurasa begitu,”
Jonghyun tersenyum tipis, perlahan membimbing Jessica keluar dari mobil.
Jessica mulai tenang. Nafanya teratur kembali. “Wah, Minho Oppa, Jonghyun-ah, terima kasih sudah datang menolong kami,”
“Bicara apa kau? Seharunya kami yang berterima kasih padamu,” papar Minho datar sembari mengeluarkan seorang lagi yang masih shock di dalam mobil.
Jonghyun tersenyum. Tangannya menyentuh puncak kepala Jessica, mengusap-usap rambut yeoja itu lembut. “Kau telah bekerja dengan baik. Kalau bukan kau yang membimbing kami, mungkin kalian sudah jatuh ke tebing itu,”
Jessica tersenyum kecil. Ini pertama kalinya Jonghyun memujinya. “Anak bernama Lee Taemin itu ternyata memang sudah meninggal, ya?” senyumnya memudar, berubah menjadi simpati.
Pandangan Jonghyun berubah serius. Kedua alisnya mengernyit sementara raut wajahnya mulai menegras. “Hmm.., kurasa yang barusan itu karena anak itu ingin membalasnya, karena kau bersama orang yang membunuhnya, Sica,”
Deg, Jessica terperanjat. “Mwo?! Apa benar itu, Key?!” ia menatap Key nanar.
Kibum bergidik ketakutan. Air matanya masih mengalir. “Anak itu, tolong usir dia! Aku bisa mati.., tolong usir dia!” ia meronta sementara seluruh tubunya bergetar hebat.
Jonghyun menghampiri Kibum. Ia mencengkram kerah baju namja itu sengit. “Apa hakmu mengusir dia, huh? Setelah membunuhnya, menyembunyikan mayatnya, kau masih ingin mengusir sisa-sisa jiwanya? Manusia macam apa kau, Kim Kibum?!”
Kibum memejamkan matanya. Bingung harus bagaimana. Ia yakin ini benar. Dirinyalah yang harusnya dikasihani, bukan anak itu. “Kau tidak mengerti, saat anak itu tertabrak, hampir seluruh tubuhnya remuk. Seandainya masih bisa kutolong pasti akan kubawa dia ke rumah sakit!”
Jessica menatap Kibum nanar. Emosi gadis berambut pirang itu kini melunjak. “Meskipun mustahil, kenapa tak kau laporkan? Setidaknya agar orang tuanya tahu apa yang menimpa anaknya. Dimana tanggung jawabmu, Key?!”
Kibum menepis tangan Jonghyun yang mencengkram kerah bajunya. Ia meringis, menatap ketiga lawan bicaranya penuh amarah. “Kalian semua benar-benar tak mengerti! Bagaimana seandainya jika saat itu kalian yang berada di posisiku? Kalian pasti akan melakukan hal yang sama. Aku tidak mau hancur hanya karena ini. Masih banyak hal yang harus kulakukan di masa depan!” ia mengerang. Sorot matanya dipenuhi kekesalan.
PLAKK!! Percuma saja kalau diajak berdebat. Akhirnya tamparan seorang ice princess menghentikan racauannya. “Egois sekali kau! Kenapa kau tak memikirkan perasaan anak itu? Kenapa kau tak memikirkan keluarganya. Kau pikir hanya kau saja yang memiliki masa depan? Anak bernama Taemin itu juga pasti mempunyai banyak hal yang ingin dia lakukan!”
“Hentikan, Jessica! Jangan buang-buang tenagamu untuk orang seperti dia!” Jonghyun menghentikan menarik Jessica ke belakang, meredam amarahnya sebelum yeoja itu bertindak lebih jauh. “Jika kau memang masih punya banyak hal yang ingin kau lakukan, lakukanlah di balik jeruji besi!”
Minho menarik Kibum yang masih mematung masuk ke dalam mobilnya. “Jangan bicara lagi. jelaskan saja semuanya di kantor polisi!”
Seperti ini. Ya, semuanya pantas berujung seperti ini. Menyakitkan dan penuh emosi. Orang yang tak berperasaan seperti Kibum memang harus mengakhiri semuanya di penjara.
Jessica menatap Taemin yang masih berdiri di sampingnya. Anak itu terdiam, terlihat sedih dan menderita. “Kau mau mengatakan sesuatu, Taemin-ah?”
Bibir Taemin bergerak seolah mengucapkan sesuatu, tatapannya sendu, namun perasaannya tetap tak sampai ke telinga Jessica.
Jessica mengernyitkan alisnya. “Aku tidak mengerti, kau bilang apa?” kemampuannya tetap tak melebihi sebatas melihat.
Sekilas Jonghyun melihat apa yang dilakukan Jesssica. Ini tak boleh berlanjut. Harus dihentikan sampai di sini. “Cukup sampai di sini. Ayo kita pulang, Sica!”
Jessica sedikit tak mengerti dengan tingkah Jonghyun. Namja itu terlihat semakin dingin kali ini. “Tapi anak ini masih..,”
“Sudah cukup!” volume suara Jonghyun meninggi. “Kita tak boleh masuk lebih dalam lagi ke dalam masalah ini,”
Jessica melunak. Apa yang dikatakan Jonghyun benar. Ia sudah terlalu jauh ikut campur dalam masalah ini. “Tunggu dulu, kau pasti bisa mendengar apa yang dikatakannya. Dia bilang apa?”
Jonghyun menatap Jessica penuh arti. “Kembalikan hidupku!” ucapnya parau.
Deg, Jessica mematung. Sekali lagi ia menatap Taemin yang masih berada di samping mereka. Meski apa yang diucapkan anak itu tak terdengar oleh telinganya, namun sorot matanya mengatakan persis seperti yang diucapkan Jonghyun barusan.
Jonghyun menghela nafas panjang. “Maaf, tak ada yang bisa mengabulkan keinginanmu itu,” ia menunduk, terlihat berat mengatakan kenyataan ini.
Taemin terdiam. Raut wajah dinginnya tak mempunyai harapan lagi. Ia membalikkan badannya. Setetes air mata mengalir di pipinya. Perlahan kakinya bergerak. Ia mulai berlari, jauh menembus ke dalam gelapnya terowongan.
“Penyesalan anak itu tak akan bisa tergantikan. Emosi yang dikekangnya akan menjadi bagian dari terowongan itu. Abadi dan takkan pernah hilang. Arwah semacam itu tentu banyak jumlahnya. Dan kita sebagai manusia yang masih hidup hanya bisa menyaksikannya saja.” Jonghyun mngepalkan tangannya. Ini bukanlah yang pertama kali. Jika seseorang menilai bahwa orang yang memiliki indera keenam adalah istimewa dan patut dibanggakan, maka ia salah. Karena dengan kemampuan ini kita ibarat penonton ke dalam sebuah drama. Sekeras apapun kita berteriak atau memprotes, tak akan mengubah nasib tokoh utama yang telah ditentukan sang sutradara.
Sementara Jessica mulai menangis. Ya.., memang benar. Ada sesuatu yang tak akan pernah berubah meski kita telah berusaha untuk merubahnya. Perasaan yang tak tersampaikan. Jeritan yang tak terdengar, terpisah dari darah dan daging. Yang tersisa hanyalah jiwa kosong yang teramat menderita. Kemarahan ini, kesedihan ini, datang dan berlalu begitu saja. Sekali terlihat dan selamanya membekas menjadi kenangan yang tak akan pernah terlupakan.
***
Sore yang cerah, jalanan dipenuhi pendaran cahaya merah sang mentari. Namun, untuk tempat itu ini sama sekali tak berpengaruh. Tetap gelap dan sunyi dalam kesendiriannya.
“Di sini saja,” Jessica meletakkan karangan bunga di depan tempat itu.
Sejenak Jessica menatap ke dalam gelapnya terowongan. Sesekali angin berhembus. Merasuk dan menggemakan suara-suara jiwa yang masih betah tinggal di dalam sana.
Jonghyun tersenyum tipis melihat Jessica mencakupkan kedua tangannya. “Sudah hampir satu bulan. Kau tidak lelah membawa bunga setiap hari kemari?”
Jessica menggeleng. Ia tersenyum tipis. “Tidak, karena aku ingin mengurangi penderitaan mereka meski ini bukan berarti apa-apa,”
Berdoa saja mungkin belum bisa menghapus penderitaan mereka yang sudah tiada. Tapi setidaknya mereka bisa mendengarkan kata-kata suci yang bisa membuat jiwanya tenang ketika saatnya tiba untuk pergi ke surga.
“Hey, Sica, Yoona dan Taemin datang,” Jonghyun berbisik pelan.
Jessica tersenyum. Kedua makhluk itu kini ada di hadapan mereka. Sosok mereka telah berubah. Berubah dari berlumuran darah dan penuh kebencian menjadi tenang dan kosong. Kedua arwah itu menyunggingkan senyum tipis. Masing-masing meraih tangan Jonghyun dan Jessica. Hanya gerakan sederhana, namun menyatukan kedua tangan kedua pemilik sixth sense itu.
Jessica melirik Jonghyun. “Mereka bilang apa, Jonghyun-ah?”
“Gomawoyo,” jawab Jonghyun pendek.
Sebelah alis Jessica terangkat. “Masa hanya itu, barusan mereka berbisik lebh panjang,”
“Bersatulah..,”
Deg, telinga Jessica menangkap suara parau dan bergema.“Bersatu?”
Deg, giliran Jonghyun yang terkejut. “Kau bisa dengar suara mereka?”
Jessica mengangguk ragu-ragu. “Ku-kurasa begitu,”
Taemin dan Yoona tersenyum lagi. Sosok mereka yang tertembus cahaya terlihat begitu tenang. Kepedihan mereka seolah hilang. Sama sekali tak tersisa. Hanya dalam sekali hembusan angin sosok mereka lenyap. Entah pergi kemana, tapi yang pasti ke tempat yang tak tak seorangpun tahu.
“Nah, ayo pulang!” Jonghyun beranjak bangkit. Masih menggenggam tangan Jessica.
“Ta-tapi, tanganmu?” pertanyaan konyol itu terlontar dari bibir Jessica layaknya anak kecil.
Jonghyun mengerling nakal. “Hey, kau tak ingin mengecewakan keinginan terakhir mereka, kan?”
Jessica menunduk. Entah berarti malu atau senang. “Err, iya, tentu saja,” ujarnya. Ia membalas genggaman tangan Jonghyun, mulai melangkah, menerobos kilau cahaya mentari yang membentang luas di kaki langit.
***
What’s the fastest thing on earth?
Bullet?
No!
Sound?
No quite!
Light?
Almost.
Answer: Prayer..
Because it reaches heaven even before you can say it.
***
Never a weakness that He can’t fill, never a sickness that He can’t heal. Never a sorrow that He doesn’t share. Moment by moment you are under God’s care.
***
FIN
Gimana, aneh ya? kalau aneh bilang aja ya… eh iya, buat yang nunggu kelanjutan FF The Chronicles of Behind Her Cute Nicknamenya aku bakal buat partnya Taemin sama Yoona. . ditunggu, ya. Jangan lupa comment. Gomawo….!!